alasan-alasan hidup

Adam A. Abednego
3 min readOct 16, 2022

--

Photo by Jill Heyer on Unsplash

di lengan malam setelah seharian berpikir apakah pilihan hidupmu tepat, kau menyandarkan lelah di jok belakang, memohon kali ini untuk tidak memelukmu terlalu erat. ia bilang takut sendirian. sepertinya ia paham betul kau orang yang mudah dibujuk. kemarin, salah satu temanmu meminta selfie dengan ktp — kau bilang ya namanya juga bantu-bantu. ponselmu bergetar, kau mencari sumber yang menyetop lagu favoritmu yang lebih sering kau diputar dibanding kunci rumahmu. ibumu telepon menanyakan kabar dan kapan pulang — kau bilang nanti kalau kantormu memperbolehkan. lalu ibumu bertanya soal calon, kira-kira kapan mau kaukenalkan. rupanya ibu belum tau, satu-satunya calon yang di pikiranmu sekarang adalah calon presiden. kadang-kadang kau ingin kabur dan pergi dari negara ini, tapi satu-satunya bahasa yang kaukhatam pelajari cuma bahasa mantan pacarmu yang punya banyak arti dari satu kata yang diucapkan. terakhir sebelum berpisah dan setelah mematahkan hati masing-masing, ia bilang padamu untuk jaga dirimu baik-baik. bagaimana ia tau kalau selama ini kau tidak pernah memperlakukan dirimu dengan baik?

di depan lampu merah, seorang perempuan mendekap erat kekasihnya di atas kendaraan motor. apa iya dia kekasihnya? mungkin mereka pertama kali bertemu di akun menfess dengan akun alter masing-masing. tidak. kau tidak pernah menggunakan akun twitter-mu untuk sesuatu seperti itu. paling mentok kamu pakai untuk mengunggah meme, foto kucing, atau misuh-misuh ketika atasanmu mengirim pesan whatsapp di hari minggu. kau melihat orang-orang mengangkat langkah kaki di zebra crossing menuju kematian, tapi sebelum itu mereka bekerja 8 jam di kantor, 4 jam di perjalanan, bekerja lagi 4 jam di rumah, 6 jam untuk tidur, sisanya dihabiskan bersama keluarga sambil tetap menyelesaikan deadline. kau begitu kasihan kepada mereka yang hidupnya hanya untuk bekerja dan untungnya kau tidak pernah becermin.

setengah perjalanan, kau melirik ponselmu. cuma ada notifikasi dari aplikasi transportasi elektronik yang memberikanmu diskon 90% cuma-cuma dengan maksimal seribu rupiah — lebih percuma daripada usahamu membangun keluarga. kau memang ingin punya keluarga. sebuah keluarga utuh, harmonis, dan tanpa lempar-lempar bola biliar. kau memang biasa sendiri, tapi kau takut hidup sendirian. kau ingin punya teman untuk diajak bincang-bincang, mesra-mesra, dan nakal-nakal juga boleh asal berduaan. kau pingin jalan-jalan ke museum, piknik, pergi ke konser, nonton bioskop, atau ya rebahan saja di kamar yang cukup buat berdua. tapi kau malas berusaha. ketika ada yang tertarik padamu, kau cenderung menarik diri. kau bilang, ah nanti saja deh. kau capek dengan pola hubungan yang berulang dan keputusan-keputusan bodoh yang sering kauambil, seperti mengencani orang-orang yang bermasalah. eh, apa itu tanda kalau mungkin kau yang bermasalah? ya, mungkin, tapi sekarang kau sudah sampai rumah. kau harus bersih-bersih, ganti baju, lalu tidur— setelah melanjutkan pekerjaan tadi sore. tidak ada yang perlu diperbaiki dari hidupmu. kau merasa baik-baik saja, meski dalam keadaan yang kurang baik sekalipun. yang perlu kau tau adalah bahwa kau masih ada karena seseorang dan kau adalah alasan seseorang masih tetap ada.

--

--