Menganalogikan Hidup dengan Hidup
Kalau hidup bukan perlombaan, mungkin ia adalah sepenggal perjalanan dengan tujuan yang masih abu-abu. Kau diberikan perlengkapan yang tidak semuanya bisa kau pakai, kemudian mendapatkan peralatan dalam perjalananmu; sebuah peta lusuh, pakaian bekas, atau bahkan sepatu roda yang kau mesti belajar memakainya terlebih dahulu, hanya untuk menemukan bahwa kau lebih suka berjalan. Dengan papan petunjuk yang terbatas, tidak ada jaminan apakah kau akan sampai tepat waktu. Sebagian orang akan memiliki pemandu wisata untuk menunjukan hal penting dalam perjalanannya, beberapa di antaranya tak cukup beruntung atau kurang mampu untuk menyewa. Kau bisa meminta ditemani sejumlah orang (jika mereka setuju), atau bersinggungan dengan orang yang mampu mendampingimu sepanjang waktu. Meski kau berdua belum pandai membaca mata angin, kau merasa aman berada di sekitarnya dan menentukan bahwa kau akan memilih untuk menikmati perjalanan bersama. Namun pada akhirnya kau akan sendirian juga. Tak apa, pada suatu perhentian kau akan percaya bahwa kau cukup tangguh untuk menjalaninya seorang diri.
Sedari kecil, kita diajarkan melihat kolom keterangan saat membaca peta, tetapi sekarang kau harus menulisnya sendiri. Kau bisa menuju tempat apa pun; museum untuk belajar dari para penjelajah terdahulu, taman kota untuk memetik bunga atau menikmatinya dari jauh, ruangan kosong untuk sejenak istirahat dan menikmati kesendirianmu, dan kau bisa menetap di rumah, apartemen, indekos, atau hotel berbintang yang kau suka. Dengan risiko yang cukup besar, kau juga bisa melaju tanpa berhenti sedikitpun. Segalanya sah-sah saja. Kau mendatangi sebilang lokasi dan menandai di peta yang kau buat secara otodidak — sebab dalam suatu kesempatan kau akan menjumpai bahwa peta yang kau punya berbeda dengan milik sesamamu. Kau dapat mencatat apakah tempat tersebut memberi pelajaran untuk kelanjutan perjalanan yang kau tempuh kelak. Terlebih, kau bisa singgah di antah berantah yang kau sendiri ragu untuk apa, namun kau tetap ingin mencoba dan melihatnya, hanya untuk mendapati bahwa itu bukan yang kau cari. Bagaimanapun juga, kau akan segera sampai ke tujuanmu. Tetapi mungkin belum hari ini.
Dalam satu fase kau akan kebingungan mencari tahu apa yang sebenarnya kau tuju. Tahap berikutnya kau merasa bahwa perjalanan yang berarti adalah kala bersama dengan rekan-rekan seperjalananmu. Kau akan beberapa kali mengalami penyesalan tidak sempat mengunjungi lokasi-lokasi tertentu, maka kau meninggalkan pesan-pesan sederhana supaya siapapun yang membaca tidak menyesal sepertimu. Tahukah kau bahwa selama perjalanan, masing-masing dari kita memiliki buku harian? Yang kelak ketika membacanya, kau akan tersenyum malu-malu dan menemukan bahwa kau cukup hebat dalam menjalani hidupmu. Dan yang terpenting, kita tidak perlu repot-repot mengecek buku harian milik orang lain, apalagi mengomentari atas apa yang telah mereka susah payah jalani. Lambat laun kau akan berakhir di rak-rak buku yang hanya kau sendiri yang tahu betapa jauhnya kau telah melangkah maju. Tidak apa jika belum mencapai tujuanmu, sekarang kau berada di jalan dan kecepatan yang tepat untuk dirimu sendiri.
Kalau begitu, mau mampir ke tempat seperti apa kita besok?