Mercusuar
Kali pertama kulihat buku itu, tinta di halamannya masih basah. Aku menemukan jurnal kulit berwarna cokelat tersebut terselip di antara kaleng-kaleng cat dan kuas bekas di gudang bawah mercusuar. Sampulnya lusuh, tapi halamannya rapi, seolah baru saja ditinggalkan kemarin. Padahal Pak Hasan, penjaga sebelumku, sudah menghilang tiga tahun lalu. Polisi bilang mungkin dia jatuh ke laut saat badai. Mereka menemukan topinya di bebatuan, tapi tidak dengan tubuhnya.
Tulisan di halaman pertama masih terbaca jelas: “Mercusuar Tanjung Senja — Catatan Harian M. Hasan, Januari 2019.” Aku membalik halaman dengan hati-hati agar kertas tua itu tak sobek di tanganku.
15 Januari 2019
Malam ini ombak lebih tinggi dari biasanya. Kapal nelayan terakhir sudah masuk pelabuhan pukul tujuh. Lampu mercusuar berfungsi normal. Tak ada yang istimewa, kecuali seekor burung camar putih yang hinggap di jendela menara sejak sore. Dia menatapku seperti menunggu sesuatu.
Catatan-catatan awal itu layaknya laporan rutin seorang penjaga mercusuar. Cuaca, kapal yang lewat, dan kondisi peralatan. Tapi semakin dalam kubaca, semakin aneh rasanya.
23 Februari 2019
Hari ini aku temukan jejak kaki di pasir yang mengarah ke mercusuar, tapi tidak ada yang keluar. Jejak kaki ukuran 42, sama seperti sepatuku. Tapi aku yakin tidak ke mana-mana pagi ini.
14 Maret 2019
Burung camar itu datang lagi. Kali ini dia membawa secarik kertas kecil di paruhnya dengan tulisan: “Jangan baca halaman terakhir.” Siapa yang menulis ini? Dan bagaimana dia tahu aku punya buku ini?
Tanganku bergetar. Aku melirik halaman terakhir buku itu, tapi memutuskan untuk tidak membukanya dulu.
2 April 2019
Sesuatu yang aneh terjadi hari ini. Aku menemukan catatan dengan tulisan tanganku sendiri di halaman yang kemarin masih kosong. Tapi aku tidak ingat pernah menulisnya. Isinya tentang badai yang akan datang besok malam.
3 April 2019
Badai benar-benar datang. Persis seperti yang tertulis di catatan kemarin. Angin kencang dari arah barat daya, petir menyambar tiga kali di laut, dan ada kapal kecil yang terdampar di teluk sebelah utara. Semua persis seperti ramalan itu.
Jantungku berdegup kencang. Aku menutup buku sejenak, menatap langit malam yang masih berawan tipis. Dari jendela menara, lampu-lampu kota kecil di seberang tampak berkelip seperti bintang jatuh.
Keesokan harinya, aku melanjutkan membaca.
20 April 2019
Aku mulai paham. Buku ini tidak hanya mencatat masa lalu, tapi juga menulis masa depan. Setiap pagi, halaman baru terisi dengan kejadian yang akan terjadi. Dan yang paling menakutkan adalah tulisan itu semakin lama semakin mirip tulisan tanganku.
1 Mei 2019
Hari ini ada catatan baru yang membuatku gemetar: “Besok, penjaga baru akan datang. Dia akan menemukan buku ini dan melakukan kesalahan yang sama seperti yang kulakukan. “Siapa penjaga baru itu? Dan kesalahan apa yang dimaksud?”
Aku berhenti membaca. Penjaga baru itu aku. Pak Hasan menghilang tiga tahun lalu, dan aku baru sebulan ditugaskan di sini. Dengan tangan yang berkeringat, aku membalik ke halaman selanjutnya.
2 Mei 2019
Dia sudah datang. Aku bisa melihatnya dari jendela, seorang laki-laki muda dengan tas ransel biru. Sama seperti yang tertulis kemarin. Dia akan menemukan buku ini dalam tiga hari. Dan setelah itu, semuanya akan terulang.
Tas ranselku memang biru.
5 Mei 2019
Dia menemukan buku ini hari ini. Aku tahu karena aku yang menuliskan ini kemarin. Atau apakah aku akan menulisnya besok? Waktu mulai membingungkan di sini. Yang jelas, dia akan membaca sampai halaman ini dan merasa ketakutan yang sama seperti yang kualami.
Air mataku menetes tanpa sadar. Ini tidak mungkin. Pak Hasan menulis tentangku sebelum aku berada di sini. Namun tanganku tetap membuka halaman selanjutnya.
15 Mei 2019
Sekarang aku tahu apa yang terjadi. Mercusuar ini bukan hanya untuk membimbing kapal, tapi juga menjebak jiwa-jiwa yang menjaganya. Setiap penjaga akan membaca buku ini, dan perlahan-lahan tulisan mereka akan menyatu dengan tulisan sebelumnya. Sampai suatu hari, mereka tidak bisa membedakan mana masa lalu dan mana masa depan.
30 Mei 2019
Aku akan pergi malam ini. Sebelum buku ini benar-benar mengambil alih. Tapi aku tahu ini sia-sia. Sudah tertulis di halaman terakhir apa yang akan terjadi padaku.
Aku terengah sembari perlahan mengintip halaman terakhir yang dari tadi kutahan untuk tidak kubuka. Dengan tangan gemetar, aku membalik ke halaman paling akhir. Di sana, dengan tulisan tangan yang benar-benar mirip tulisan tanganku sendiri, tertulis:
25 November 2024
Malam ini aku akan menemukan buku harian di gudang bawah. Aku akan membacanya sampai halaman ini dan menyadari bahwa semua yang tertulis di sini adalah takdirku. Aku akan mencoba pergi, tapi mercusuar ini tidak akan melepaskanku.
26 November 2024
Aku mencoba meninggalkan pulau ini pagi tadi, tapi perahu motor mogok di tengah laut. Seolah ada kekuatan yang menarikku kembali. Malam ini aku akan mulai menulis di buku ini. Dan tanpa sadar, aku akan menulis tentang penjaga yang akan datang setelahku.
Tanggal hari ini adalah 25 November 2024. Aku menutup buku dengan cepat, berlari ke dermaga kecil di bawah mercusuar. Perahu motorku masih ada dalam kondisi baik. Aku harus pergi sekarang, sebelum terlambat. Belum jauh aku menyusuri ombak, tiba-tiba perahuku mengeluarkan suara batuk-batuk sebelum akhirnya mati total. Aku mencoba lagi. Dan lagi. Tidak ada yang terjadi. Malam itu, aku mengambil pena dan membuka halaman kosong di buku itu.
26 November 2024
Aku mencoba meninggalkan pulau ini pagi tadi, tapi perahu motor mogok di tengah laut…
Kata demi kata mengalir dari penaku, persis seperti yang sudah tertulis di halaman sebelumnya. Seolah aku hanya menjiplak takdir yang telah ditetapkan. Dan di halaman yang masih kosong, tanpa sadar aku mulai menulis:
15 Februari 2025
Hari ini penjaga baru akan datang. Seorang perempuan muda memakai jaket hijau dengan rambut hitam pendek sebahu. Dia akan menemukan buku ini dan melakukan kesalahan yang sama seperti yang kulakukan.
Aku berhenti menulis, menatap kalimat yang baru kutuliskan. Bagaimana aku bisa tahu detail itu? Jaket hijau dan tanggal yang muncul begitu saja di kepalaku. Aku menengadah ke arah lampu mercusuar yang berputar dengan ritme seperti biasanya. Cahayanya menyapu laut yang menghitam, membimbing kapal-kapal yang lewat. Tapi aku mulai percaya bahwa cahaya itu bukan untuk mereka.
Langit malam ini tampak lebih cerah dari biasanya. Ada rembulan tipis yang bersinar di antara awan. Aku melihat sepasang burung terbang mengepakkan sayapnya menuju cahaya mercusuar. Buku dan pena masih dalam genggaman tanganku. Besok, aku akan menulis lagi. Sampai penjaga baru itu datang dan menemukan buku ini.
Aku membuka lembar halaman baru dan menulis catatan terakhir dengan tangan gemetar:
Jika kau yang membaca ini sekarang, tutup buku ini. Buang ke laut. Bakar jika perlu. Jangan biarkan dirimu terjebak seperti kami.
Tapi aku tahu kau tidak akan melakukannya.
Karena sudah tertulis di halaman selanjutnya bahwa kau akan tetap membaca sampai habis.
Dan itu artinya sudah terlambat.