Seperempat

Adam A. Abednego
4 min readJun 22, 2019

--

Dari tahun ke tahun rasanya akan selalu menjadi pergumulan tersendiri bagi saya jika sudah mendekati hari ulang tahun. Selain bertambahnya usia, saya masih memiliki hubungan yang kompleks dengan ulang tahun. Alasannya sangat bermacam-macam, dari mulai tidak menyukai suasana ramai hingga elemen-elemen ulang tahun yang sangat saya hindari– yaitu sebuah kejutan.

Saya termasuk satu dari sebagian kecil orang yang tidak menyukai kejutan, dan ulang tahun tentu sangat identik dengan hal tersebut. Saya nyaman dengan keadaan yang berjalan dengan tanpa terjadinya hal-hal yang tidak terduga. Sebab, kejutan bisa berarti baik ataupun tidak–dan saya sangat buruk menanggapi semuanya.

Identifikasi Masalah

Di bangku sekolah, rasanya ulang tahun selalu menjadi tolok ukur sebuah kepopuleran seseorang–yang ternyata sampai sekarang pun juga masih sama. Ketika seisi sekolah merayakan dengan cara memberikan kejutan atau bahkan sebuah prank–sebelum sekarang menjadi sebuah trend bagi para influencer-influencer favorit kita semua–itu menjadi pertanda bahwa banyak orang yang mengingat hari ulang tahunmu–dan tentu saja–semakin banyak orang yang mengucapkan maka tingkat kepopuleran akan terlihat semakin tinggi.

Pun ternyata sampai detik ini, itu masih menjadi sebuah isyarat yang sama. Seperti halnya perubahan dari orang-orang yang membaca koran di bus menjadi bermain ponsel sepanjang perjalanan, tingkat kepopuleran yang dilihat dari ucapan ulang tahun pun hanya berubah medium-nya saja menjadi seberapa banyak orang yang mengucapkan ulang tahun dengan cara mengunggah Story di Instagram, lalu kemudian kita tidak ragu untuk menekan tombol “Add to Story”–dan tidak lupa juga menambahkan kata-kata ucapan terima kasih yang sebisa mungkin berbeda-beda. Ini bisa saja menjadi sebuah umpan atau kode tersembunyi dari “hari ini saya berulang tahun, loh.” Dan seharian penuh akun Instagram kita sudah bisa menandingi banyaknya Story Dian Sastrowardoyo. Tanpa mengurangi hormat kepada Mbak Dian. Kebetulan saya salah satu penggemar beliau, buktinya, sampai hari ini saya masih bertanya-tanya apa perbedaan satu purnama di New York dan di Jakarta. Mungkin kalau Mbak Dian membaca—yang sepertinya tidak mungkin—bisa bantu menjawab.

Kembali ke topik, pada hari itu pun kita akan merasa bahagia, walaupun besok sudah tidak, karena kebahagiaan biasanya memang hanya sementara. Saya percaya bahwa ulang tahun diciptakan untuk setidaknya kita bisa berbahagia–meski sehari saja dalam satu tahun. Sisanya, kita bisa mencari dimana saja sebenarnya, sama seperti keluhan-keluhan para pekerja di Ibukota yang bisa kita temukan meski kita tidak mencarinya.

Identifikasi Masalah (Lagi)

Berikutnya adalah kejutan–saya adalah orang yang canggung, dan ketika teman-teman saya memberikan kejutan berupa kue ulang tahun–yang juga bisa kita nilai tingkat keniatannya, dari membeli kue di toko-toko kue ternama hingga mencari kue seadanya dengan lilin yang pelan-pelan kegunaanya digantikan oleh fitur Flashlight yang ada di ponsel kita semua. Tetapi setidaknya mereka sudah berusaha bukan? Saya tidak pandai merespon dengan heboh kejutan-kejuran dari mereka–saya sebenernya sedikit cemburu dengan orang-orang yang mampu sebahagia itu ketika dikejutkan, apa sih tipsnya?–selain kata “terima kasih ya” yang diucap berulang-ulang dengan nada canggung. Dan yang paling utama mengapa saya tidak menyukai kejutan adalah karena ada aturan tidak tertulis yang mana kita harus memberikan kejutan juga ketika mereka berulang tahun–entah karena supaya etis atau memang begitu seharusnya. Bukan karena saya tidak tahu diri atau tidak peka, hanya saja saya sangat tidak pandai dalam berteman dan pemalas lebih tepatnya.

Kesimpulan

Ini pendapat pribadi saya. Perlu dicatat tidak ada yang salah dari fenomena-fenomena tersebut, sah-sah saja untuk melakukannya, saya pun masih ada di fase itu terkadang. Seperti halnya perbedaan gaya berpakaian, masing-masing dari kita memiliki selera yang tidak sama, bukan? Kebetulan saja saya sangat menghindari hal tersebut, selain karena banyaknya effort yang harus dilakukan serta tidak begitu antusias melakukan hal tersebut, juga lingkar pertemanan saya yang bahkan lebih sedikit dibandingkan jumlah jari yang saya miliki. Saat ini saya lebih suka kepada orang-orang yang mengucapkan secara personal, meski ucapannya tidak panjang, sepertinya doa mereka jauh lebih khusyuk.

Semakin bertambahnya usia, saya lebih suka menuliskan sendiri doa serta harapan untuk diri saya ketika berulang tahun, sebab pada akhirnya hanya kita sendiri yang paham doa seperti apa yang ingin dikabulkan–itu pun jika terkabulkan dan tahu kepada siapa berdoa. Tetapi, sekali lagi, tidak ada salahnya berharap, sebab harapanlah yang menyelamatkan kita dari semua penderitaan ketika Kotak Pandora dibuka.

Isi Sebenarnya

Dua ribu sembilan belas menjadi tahun yang bisa dibilang menarik bagi saya, banyak keputusan-keputusan penting yang saya ambil, meski tidak tahu apakah itu yang terbaik atau tidak. Secara nekat melepaskan diri dari rutinitas yang sudah aman dan nyaman demi meniti usaha sendiri, membangun Menjadi Manusia (memangnya sekarang saya apa?!). Apapun dan kemanapun akhirnya, perjalanan-perjalanan dalam hidup ini saya yakin selalu menjadi sebuah pengalaman untuk membangun diri saya sendiri kelak.

Harapannya semoga masih bisa memberikan banyak dampak melalui apapun yang sekarang sedang saya buat, terutama Menjadi Manusia. Dan tidak berhenti menulis, meski akhirnya hanya menjadi catatan untuk diri sendiri, setidaknya dengan menulis saya telah meninggalkan jejak-jejak untuk bisa saya lihat kembali—sudah seberapa jauh kaki saya melangkah.

Akhir kata, selamat berulang tahun bagi kalian semua yang sedang berulang tahun di hari ini, berterima kasihlah dulu kepada dirimu sendiri, sebab kau sudah berhasil tetap hidup dan menghirup apapun yang dihembuskan oleh seisi dunia.

Ada sedikit apresiasi dalam bentuk pertanyaan bagi kalian yang membaca sampai akhir; kira-kira kenapa tulisan ini diberi judul Seperempat?

--

--